SUARA TRENGGALEK – Investasi di Kabupaten Trenggalek pada tahun 2024 tercatat mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), total investasi mencapai Rp 580 miliar, naik dari Rp 542 miliar pada tahun 2023.
Kepala DPMPTSP Trenggalek, Edi Santoso, menjelaskan bahwa pertumbuhan investasi tersebut ditopang oleh empat sekotor, yakni sektor industri, perdagangan, pertanian dan pariwisata.
“Trennya naik meski tidak impresif, tetapi stabil. Kami terus menjaga agar investasi tetap bertumbuh jangka panjang,” ujar Edi saat ditemui, Senin (16/6/2025).
Untuk tahun 2025, Edi menyampaikan target investasi masih dipatok di angka yang sama yakni sekitar Rp 580 miliar. Ia menyebut terus mengejar investasi berbasis sektor unggulan, sesuai arahan Bupati Trenggalek.
“Ada empat sektor unggulan yang difokuskan Pemkab Trenggalek, yakni sektor hijau (emas hijau), sektor kelautan (emas biru), pariwisata dan sektor utilitas (sarana-prasarana),” paparnya
Pada sektor hijau, Edi menargetkan pertumbuhan industri hilirisasi seperti pabrik rokok cengkeh dan pabrik pengolahan porang. Edi menyebut ada tiga pabrik rokok yang telah mengajukan izin dan satu pabrik porang yang ditargetkan beroperasi penuh tahun ini.
“Sementara itu, sektor emas biru ditandai dengan peresmian pabrik fillet ikan patin dan pengembangan cold storage milik swasta di kawasan Pantai Prigi,” ungkapnya.
Sedangkan di sektor pariwisata, Edi menuturkan Pemkab telah melakukan penjajakan kerja sama dengan investor untuk pengelolaan kolam renang Tirta Jwalita dan Rumah Coklat. Selain itu, investor asal Bali, Aji Krisna, disebut tertarik membuka Graha Krisna di Trenggalek.
Adapun di sektor utilitas, Edi mengatakan sejumlah izin untuk pembangunan gudang logistik dan pengolahan limbah B3 yang tengah diproses. Ia juga menyebut adanya kerja sama pengolahan sampah menjadi energi listrik yang digarap dengan teknologi dari Amerika Utara.
Meski begitu, Edi mengakui terdapat sejumlah hambatan yang dihadapi investor. Salah satunya adalah keterbatasan tata ruang daerah yang masih mengacu pada rencana tahun 2012.
“Sudah 13 tahun belum diperbarui, sehingga banyak lahan yang tidak sesuai peruntukan untuk investasi,” ungkapnya.
Selain itu, sistem perizinan berbasis online juga dinilai masih menyulitkan komunikasi langsung, terutama ketika sistem mengalami kendala. Beberapa izin juga masih menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“Kami harap sebagian perizinan bisa dilimpahkan ke daerah untuk mempercepat proses,” tambahnya.
Terkait adanya investor yang mundur, Edi mengungkapkan bahwa bukan mundur, namun saat ini masih dalam tahap penjajakan. Namun ia mengakui ada investor di sektor pariwisata dan hilirisasi produk unggulan yang belum melanjutkan ke tahap kerja sama.