PERISTIWA

Guru Korban Penganiayaan di Trenggalek Tolak Damai, Pilih Lanjut ke Persidangan

×

Guru Korban Penganiayaan di Trenggalek Tolak Damai, Pilih Lanjut ke Persidangan

Sebarkan artikel ini
Trenggalek
Haris Yudhianto, kuasa hukum guru korban penganiayaan di Trenggalek.

SUARA TRENGGALEK – Eko Prayitno, guru seni budaya SMP Negeri 1 Trenggalek yang menjadi korban penganiayaan menolak penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice (RJ) dan meminta proses hukum tetap dilanjutkan hingga persidangan.

Sikap korban tersebut disampaikan langsung oleh kuasa hukumnya dalam tahapan upaya damai untuk pelaksanaan RJ yang digelar Kejaksaan Negeri Trenggalek usai Tahap 2 penyerahan tersangka dan barang bukti, Kamis (18/12/2025).

Kepada awak media kuasa hukum korban, Haris Yudhianto menyatakan pihaknya tetap mengapresiasi Kejari Trenggalek yang telah memfasilitasi tahapan RJ sesuai ketentuan yang berlaku.

“Pertama kami mewakili sebagai kuasa hukum Eko Prayitno menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Negeri Trenggalek yang telah melaksanakan upaya restorative justice. Ini sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, dan tahapan ini telah kami lalui,” ujar Haris.

Namun demikian, Haris menegaskan pentingnya menyamakan pemahaman mengenai konsep RJ. Menurutnya, restorative justice tidak identik dengan penghentian perkara pidana.

“Restorative justice itu tidak sama dengan menghentikan perkara. Tujuan RJ adalah penyelesaian perkara pidana yang fokus pada pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat sebagai pihak terkait,” jelasnya.

Haris mengungkapkan, meski tahapan RJ telah dilaksanakan, kliennya tetap meminta perkara penganiayaan tersebut diproses melalui jalur persidangan. Permintaan itu didasarkan pada dampak luas perkara terhadap dunia pendidikan.

“Permintaan dari Pak Eko perkara tetap dilanjutkan karena perkara ini melibatkan pihak sekolah, guru, dan organisasi profesi PGRI. Jika diselesaikan di meja RJ, dimungkinkan justru akan menimbulkan kegaduhan baru,” katanya.

Ia menambahkan, salah satu prinsip utama dalam restorative justice adalah tidak memicu konflik atau kegaduhan di tengah masyarakat. Atas pertimbangan tersebut, korban memilih agar proses hukum berjalan hingga pengadilan.

“Padahal dalam penyelesaian perkara melalui RJ, salah satu yang tidak boleh adalah memicu kegaduhan. Maka dari itu kami meminta perkara ini tetap dilanjutkan,” pungkas Haris.