BISNIS

Diskomidag Trenggalek Ungkap Jika Ada Biaya Retribusi Saat Gelar Event di Alun-Alun

×

Diskomidag Trenggalek Ungkap Jika Ada Biaya Retribusi Saat Gelar Event di Alun-Alun

Sebarkan artikel ini
PKL Alun-alun Trenggalek
PKL saat berjualan di alun-alun Trenggalek malam hari.

SUARA TRENGGALEK – Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perdagangan (Diskomidag) Kabupaten Trenggalek menegaskan bahwa tingginya biaya sewa stan dalam event Agustusan dan Hari Jadi Trenggalek merupakan bagian dari tanggungan operasional event organizer (EO).

Namun demikian, dalam prosesnya perlu diingatkan jika pihak EO saat menggelar event memang harus membayar retribusi sesuai peraturan yang berlaku yakni tentang PDRD.

Kepala Diskomidag Trenggalek, Saniran menjelaskan bahwa pemerintah tidak menyewakan stan kepada pedagang, melainkan hanya menarik retribusi atas penggunaan area alun-alun sebagai lokasi kegiatan.

“Perlu dipahami, event itu dibiayai oleh EO, bukan oleh pemerintah. Biaya sewa stan digunakan EO untuk kebutuhan teknis kegiatan. Mulai dari panggung, lighting, artis, sampai kebersihan dan listrik. Jadi bukan sekadar pasang tenda, tapi satu paket hiburan,” ujar Saniran.

Saniran menambahkan, retribusi yang dibayarkan EO kepada Pemkab memang ada dan dihitung berdasarkan luas area yang digunakan, seperti stan ukuran 3×3 meter, dan dihitung per meter per hari sesuai tarif dalam Peraturan Daerah (Perda).

“EO itu tidak menyewa lokasi, tapi meminjam dengan membayar retribusi sesuai ketentuan. Jadi retribusi itu masuk ke PAD (Pendapatan Asli Daerah),” tegasnya.

Saniran menjelaskan bahwa EO bertanggung jawab penuh atas pengelolaan teknis acara. Selain membayar retribusi ke Badan Keuangan Daerah (Bakeuda), EO juga wajib menyusun konsep acara untuk menarik pengunjung agar transaksi UMKM berjalan optimal.

“EO perlu mendatangkan massa. Maka dibuatlah event seperti salawatan, pertunjukan seni, bahkan hiburan dari artis terkenal. Ini semua butuh biaya, dan stan yang disewakan itulah salah satu sumber pembiayaannya,” jelas Saniran.

Ia mengakui sistem ini masih memiliki tantangan, terutama jika para pedagang kaki lima (PKL) merasa terbebani. Namun, menurutnya, pola kerja sama ini merupakan bentuk simbiosis yang perlu dipahami bersama.

“Harapannya, para PKL, pelaku UMKM, maupun pihak EO bisa saling memahami dan saling mendukung pelaksanaan kegiatan,” pungkas Saniran.