SUARA TRENGGALEK – DPRD Trenggalek menggelar rapat paripurna untuk penyampaian nota penjelasan enam rancangan peraturan daerah (raperda) yang ditargetkan selesai pada Desember 2025.
Lima raperda merupakan usulan DPRD, sementara satu lainnya berasal dari Bupati Trenggalek tentang perubahan nama BPR Jwalita, yang semula Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat.
Usai memimpin rapat, Ketua DPRD Trenggalek Doding Rahmadi mengatakan agenda akhir tahun ini dikebut untuk memenuhi target legislasi pengesahan perda yang sudah dijadwalkan.
“Ada enam raperda yang harus kita tuntaskan akhir Desember ini. Satu bulan ini kita kebut untuk memenuhi target-target yang sudah diagendakan,” ujarnya, Senin (1/11/2025).
Menurut Doding, raperda usulan eksekutif berkaitan dengan perubahan nama BPR Jwalita, mengikuti Permendagri Nomor 21 Tahun 2024. Perubahan tersebut mengalihkan istilah Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat.
“Substansinya hanya ganti nama karena mengacu pada perda berdasarkan pada permendagri,” katanya.
Sedangkan 5 raperda usulan DPRD, dijelaskan Doding masing-masing meliputi perubahan Perda tentang mekanisme penyusunan program pembentukan peraturan daerah (Propemperda), pemberdayaan pondok pesantren (Komisi IV).
Transparansi informasi publik (Komisi I), perlindungan koperasi dan UMKM (Komisi II), serta penataan infrastruktur pasif telekomunikasi (Komisi III).
Selain itu, masih ada raperda tentang tata tertib DPRD yang prosesnya masih menunggu harmonisasi di tingkat provinsi.
Doding juga menjelaskan tahapan berikutnya setelah penyampaian nota adalah pandangan fraksi, jawaban Bupati, pembentukan panitia khusus, hingga rapat paripurna pengesahan.
“Rencananya tanggal 24 kita paripurnakan enam uraian perda itu,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Trenggalek Syah Muhammad Natanegara membenarkan bahwa perubahan nama BPR Jwalita merupakan penyesuaian atas regulasi baru.
Ia menyebut terdapat poin perluasan ruang lingkup usaha menjadi salah satu implikasinya perubahan nama BPRJwalita.
“Ada perluasan ruang lingkup kerja, termasuk bisa melakukan transaksi valas, pembiayaan daerah, sampai pengambilan pinjaman daerah,” terangnya.
Mas Syah menambahkan, penyelesaian raperda tersebut sepenuhnya bergantung pada pembahasan di DPRD. “Kalau peraturan Mendagrinya sudah ada. Untuk jadinya tergantung pembahasan di dewan,” katanya.
Enam raperda tersebut ditargetkan selesai pembahasannya pada 2025, sementara raperda lain yang berkaitan dengan ketentuan internal DPRD kemungkinan tidak masuk dalam penyelesaian tahun ini.











