SUARA TRENGGALEK – Kawasan alun-alun Kabupaten Trenggalek secara hukum ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan bukan diperuntukkan bagi aktivitas pedagang kaki lima (PKL).
Hal ini ditegaskan Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan (Komidag) Trenggalek, Saniran, mengacu pada Perda Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pengelolaan RTH.
“Memang di alun-alun belum ada peruntukkan untuk PKL. Yang ada, alun-alun itu bagian dari RTH. Kesimpulannya memang bukan peruntukan,” ujar Saniran, Rabu (23/7/2025), saat ditemui awak media.
Saniran menyebut merujuk pada Permendagri Nomor 41 Tahun 2012 yang mengklasifikasikan lokasi PKL menjadi tiga, lokasi permanen, tidak permanen, dan lokasi bukan peruntukan.
Dalam hal ini, ditegaskannya kawasan alun-alun Trenggalek termasuk dalam kategori bukan peruntukan bagi aktivitas perdagangan kaki lima.
Terkait keberadaan kelompok pedagang yang mengatasnamakan paguyuban, Saniran menyebut hanya ada satu asosiasi resmi, yakni Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Cabang Trenggalek.
Pihaknya juga menerangkan jika organisasi ini telah memiliki akta notaris, pengesahan Kemenkumham, dan pengukuhan dari Gubernur Jawa Timur hingga 8 Oktober 2025.
“Untuk secara resmi bahwa paguyuban PKL ditampung dalam APKLI. Legalitas asosiasi ini sudah ada akta notaris, pengesahan Kemenkumham dan dikukuhkan oleh Gubernur,” jelasnya.
Lanjut Saniran, legalitas berjualan pedagang hanya sebatas Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diterbitkan melalui sistem OSS, dan dalam dokumen itu tidak tercantum lokasi usaha secara spesifik.
“Sedangkan unthk PKL alun-alun, legalitas yang dipunya adalah NIB, dan di sana tidak menyebutkan lokasi perdagangan di mana,” terang Saniran.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa keberadaan paguyuban di luar APKLI tetap sah selama tidak bertentangan dengan hukum. Dirinya mencontohkan dengan kelompok sosial keagamaan yang juga tidak selalu memiliki SK formal.
“Sebenarnya boleh-boleh saja menyebut paguyuban. Pasal 28 menjamin berserikat dan berkumpul. Seperti jamaah yasinan, diba’an, tidak bisa langsung disebut ilegal,” pungkasnya.