SUARA TRENGGALEK – Seorang bocah berusia delapan tahun dilaporkan tewas tenggelam di kubangan bekas tambang galian C di Desa Ngentrong, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, Selasa (24/6/2025).
Tragedi ini memicu sorotan dari berbagai pihak terhadap lemahnya pengawasan lingkungan hidup, terutama dalam pengelolaan bekas area tambang. Serta beberapa upaya reklamasi bekas tambang.
Menanggapi gak itu, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Trenggalek, Muyono Piranata mengungkapkan bahwa lokasi tambang seharusnya direklamasi setelah aktivitas penambangan rampung pada Agustus 2025.
Ia juga menerangkan, namun sebelum reklamasi dilakukan, insiden nahas tersebut sudah terjadi. Sedangkan berdasarkan dokumen tertulis, reklamasi bisa dilakukan setelah galian C selesai dan selesainya direncanakan bulan Agustus.
“Tapi sebelum reklamasi itu, sudah ada insiden. Saya lihat pengawasan sebelumnya sudah dilakukan oleh teman-teman,” ujar Muyono.
Muyono juga menegaskan bahwa kewenangan penindakan atas tambang tersebut kini berada di pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya dapat memberikan masukan jika diminta.
“Tidak ada pembiaran, pengawasan dilakukan sesuai kewenangan. Tapi sekarang ini ditarik ke pusat. Kami tidak bisa memberikan rekomendasi ataupun menjatuhkan sanksi,” imbuhnya.
Pernyataan tersebut memantik kritik dari aktivis lingkungan. Direktur WALHI Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan menilai insiden ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan pembiaran terhadap tambang galian C, terutama di kawasan rawan bencana.
“Tambang galian yang tidak direklamasi itu ilegal dan kini memakan korban. Lokasinya berada di wilayah resapan air. Ini membuktikan adanya tumpang tindih tata ruang dan pembiaran oleh pemerintah terhadap aktivitas perusakan lingkungan,” tegas Wahyu.
Wahyu mendesak pemerintah agar tidak hanya melakukan pemulihan kawasan, tetapi juga menindak tegas pelaku perusakan lingkungan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Harus ada pemulihan agar tak ada korban berikutnya. Penambang yang merusak harus dicari dan dihukum berat sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” pungkasnya.