SUARA TRENGGALEK – Kanjeng Jimat atau Raden Mangun Negoro II dikenal sebagai Bupati pertama Kabupaten Trenggalek. Ia menjabat pada masa pasca Perang Jawa (1825–1830) dan dikenang karena peranannya dalam melawan dominasi kolonial Belanda.
Kanjeng Jimat merupakan keturunan kelima Raja Mataram Sri Susuhunan Pakubuwono I. Ia wafat pada tahun 1842 dan dimakamkan di Kompleks Makam Margo Ayu, Desa Ngulan Kulon, Kecamatan Pogalan, yang kini menjadi lokasi ziarah.
Menurut para sejarawan, nama “Kanjeng Jimat” merupakan gelar kehormatan yang menunjukkan kesaktian dan kewibawaan. Kanjeng Jimat disebut memiliki kelebihan khusus, termasuk kebal terhadap senjata api dan kemampuan dalam tata pemerintahan yang membuat Belanda kewalahan.
Kanjeng Jimat dikenal membela hak-hak petani dan menolak kebijakan tanam paksa, sistem liberal, serta politik etis yang diterapkan Belanda. Ia juga disebut menyembunyikan putra Pangeran Diponegoro saat dikejar oleh Belanda.
Anak dari Pangeran Diponegoro itu kemudian dinikahkan dengan putri Kanjeng Jimat, yang memperkuat garis keturunan para bupati di sejumlah daerah seperti Trenggalek, Nganjuk, Tulungagung, dan Ponorogo.
Pada masa pemerintahannya, Belanda sempat berencana menghapus status Kabupaten Trenggalek karena dianggap tidak menguntungkan secara ekonomi. Namun berkat desakan dari ayahnya, Bupati Kalangbret Raden Mangun Dirono, Kanjeng Jimat berhasil mempertahankan otonomi Trenggalek.
Namanya kini diabadikan sebagai nama jalan di Trenggalek, sementara makamnya kerap dikunjungi peziarah dari berbagai daerah, termasuk bangsawan dari Surakarta dan Yogyakarta.