SUARA TRENGGALEK – Kepala Desa Terbis, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, Edi Purwita mengungkap kondisi ekonomi warganya yakni S (34), ibu yang tega membunuh bayi laki-laki yang baru dilahirkannya.
Diungkapkannya jika kondisi ekonomi keluarga S tersebut memang masuk kategori warga tidak mampu dan telah terdaftar sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial.
“Secara taraf ekonominya memang kurang mampu, karena juga masuk ke dalam penerima bantuan sosial, masuk dalam DTKS. Tapi sebenarnya keadaannya pada umumnya orang desa,” jelasnya, Selasa (9/12/2025).
Namun demikian, Edi menjelaskan bahwa keluarga S bukan termasuk kategori kemiskinan ekstrem. Suami S bekerja mengelola warung kopi di Surabaya dan pulang ke Trenggalek sekitar sebulan sekali.
“Istrinya di Panggul ibu rumah tangga, ya merawat ketiga anaknya dan suaminya di surabaya mengelola warung kopi,” ujarnya.
Sedangkan unthk tiga anak S, masing-masing telah bersekolah di tingkat SMA dan SD. Saat S menjalani proses hukum, mereka kini tinggal bersama neneknya.
“Memang sehari-hari tinggal di situ, satu atap dengan neneknya,” imbuh Edi.
Saat ini pihak desa, lanjut Edi, tengah berkoordinasi dengan sejumlah instansi untuk memastikan adanya pendampingan bagi ketiga anak tersebut, mengingat sang ayah bekerja di luar kota dan tidak selalu berada di rumah.
“Memang belum ada tindak lanjut, tapi kami upayakan ke depan ada pendampingan untuk ketiga anak tersebut,” tuturnya.
Sebelumnya, Satreskrim Polres Trenggalek menetapkan S sebagai tersangka pembunuhan setelah ia membunuh bayi yang dilahirkannya pada Jumat (5/12/2025).
Tersangka mengaku tidak siap memiliki anak lagi karena alasan ekonomi. Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Eko Widiantoro, menyebut bayi yang dibunuh merupakan anak keempat S.
“Untuk ibunya sudah kami tetapkan sebagai tersangka dan saat ini sudah kami lakukan penahanan. Motifnya terkait faktor ekonomi, di mana tersangka tidak menghendaki kelahiran anak yang keempat tersebut,” jelasnya, Senin (8/12/2025).
Meski suaminya masih hidup dan bekerja, uang yang dikirim dari Surabaya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Dari penuturan tersangka, anak tersebut hasil hubungan sah dengan suaminya. Jadi motifnya karena ekonomi,” tambahnya.
Polisi bekerja sama dengan tim forensik melakukan otopsi jenazah bayi serta memeriksa sejumlah saksi. Hasil penyelidikan mengarah kuat bahwa penganiayaan dilakukan oleh S sendiri.
“Dari hasil pemeriksaan kami, cukup kuat diduga kekerasan kepada bayi tersebut dilakukan oleh ibunya sendiri yaitu saudara S,” ungkap Eko.
Tersangka melahirkan di kebun berjarak sekitar 15 meter dari rumahnya tanpa bantuan siapa pun. Usai lahir, bayi tersebut dianiaya hingga meninggal dunia lalu ditutupi dengan karung.
“Ada sejumlah luka akibat benda tumpul di leher, kepala, dada, itu yang menyebabkan bayi tersebut lemas dan kehabisan oksigen hingga meninggal dunia,” jelasnya.
Atas perbuatannya, S dijerat pasal 76 huruf C jo pasal 80 UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman lebih dari 15 tahun penjara.











