BUDAYA

182 Benda Bersejarah di Trenggalek Tercecer, Tak Miliki Penyimpanan Layak

×

182 Benda Bersejarah di Trenggalek Tercecer, Tak Miliki Penyimpanan Layak

Sebarkan artikel ini
Arca Ganesa Trenggalek
Agus Prasmono saat melihat arca peninggalan yang bersejarah.

SUARA TRENGGALEK – Sebanyak 182 benda bersejarah di Kabupaten Trenggalek, yang telah tercatat sebagai Cagar Budaya (CB) maupun Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB), hingga kini belum memiliki tempat penyimpanan yang memadai.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi kerusakan hingga hilangnya jejak sejarah lokal. Seperti salah satu contoh kasus pemindahan arca durga dari Desa Kamulan.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Trenggalek, Sunyoto, mengungkapkan bahwa ketiadaan fasilitas penyimpanan khusus membuat benda-benda peninggalan sejarah rentan rusak bahkan berisiko berpindah tangan secara tidak resmi.

Salah satu contoh nyata adalah kasus pemindahan Arca Durga Mahesa Sura Mardhini dari Desa Kamulan ke Bogor. Kejadian ini, kata Sunyoto, menjadi peringatan penting bagi pemerintah daerah akan kebutuhan mendesak pembangunan museum.

“Saat ini kami belum memiliki tempat yang layak untuk menyimpan temuan-temuan tersebut. Museum sudah menjadi kebutuhan,” ujar Sunyoto, Jumat (25/4/2025).

Perlindungan dan Penghargaan Warisan Budaya

Sunyoto menjelaskan bahwa setiap kali ditemukan benda cagar budaya baru, respons masyarakat selalu beragam. Ada yang bersedia menyerahkan secara sukarela, namun tak sedikit yang meminta kompensasi.

Masalahnya, hingga kini belum tersedia anggaran khusus untuk mengganti benda-benda yang diserahkan oleh masyarakat. Penilaian terhadap nilai benda cagar budaya pun tak bisa dilakukan sembarangan.

“Menentukan nilai benda cagar budaya tidak seperti menilai barang biasa. Harus ada pertimbangan khusus,” tegasnya.

Balai Budaya Masih Sebatas Wacana

Wacana pembangunan museum di Trenggalek sejatinya sudah lama mencuat. Bahkan sejumlah budayawan dan seniman lokal telah mengusulkan pendirian balai budaya yang juga dapat berfungsi sebagai museum.

Sayangnya, hingga kini usulan tersebut belum terwujud akibat kendala pembiayaan. Pemerintah daerah dinilai belum mampu membangun museum secara mandiri melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Namun demikian, Sunyoto optimistis peluang pembangunan tetap terbuka apabila ada dukungan dari pemerintah pusat melalui APBN. “Kalau lewat APBD kabupaten tentu berat. Tapi kalau melalui APBN, kemungkinan itu masih bisa diperjuangkan,” pungkasnya.