SUARA TRENGGALEK – Penanganan keberatan warga terkait pengadaan lahan Bendungan Bagong hingga kini belum tuntas. Dari total 22 sanggahan yang diajukan sejak 2024, baru 10 yang selesai, sementara 12 lainnya masih dalam proses.
Data yang dihimpun menyebutkan, berita acara sanggahan baru ditandatangani bulan ini. Kondisi tersebut memunculkan dugaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Trenggalek lebih memprioritaskan pembebasan lahan warga yang menerima nilai ganti rugi, dibanding menindaklanjuti sanggahan.
Kepala BPN Trenggalek, Santoso, menegaskan proses keberatan dilakukan sesuai prosedur, termasuk pemanggilan warga dan koordinasi dengan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). “Kami sudah melaksanakan tahapan terhadap keberatan yang ada,” ujarnya.
Sekretaris Panitia Pengadaan Tanah, Yuli Efendi, menambahkan penanganan sanggahan dilakukan melalui identifikasi ulang dan perbaikan data, yang kemudian dikirim ke KJPP untuk penilaian kembali. “Termasuk jika ada tanaman atau bangunan yang belum masuk,” katanya.
Dari 22 sanggahan, 10 berasal dari Desa Sumurup, Kecamatan Bendungan, yang sudah tuntas. Sedangkan 12 dari Desa Sengon, terdiri atas dua sanggahan individu dan 10 kolektif, masih menunggu penyelesaian.
Sebagian menyangkut aset fisik, sebagian lainnya terkait nilai ganti rugi. KJPP diminta waktu dua minggu untuk menuntaskan penilaian ulang.
Lambatnya penanganan keberatan dikaitkan dengan perubahan strategi BPN sejak Oktober 2024. Saat itu, progres pembebasan lahan baru 69 persen sejak proyek dimulai pada 2019.
Kekhawatiran proyek dicoret dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) membuat BPN memprioritaskan lahan yang disetujui warga, sehingga progres naik menjadi 81 persen per Agustus 2025.
Namun, percepatan tersebut berdampak pada warga yang keberatan, karena mereka harus menunggu lebih lama untuk mendapat kepastian nilai ganti rugi.